Namun, kebijakan transmigrasi itu sekarang tidak lagi berjalan. Masyarakat pun terkonsentrasi di Jawa. Sekitar 80 persen dari penduduk Sumatera yang bermigrasi, mereka menuju ke Jawa. Begitu pula 90 persen dari penduduk Kalimantan yang bermigrasi, mereka menuju ke Jawa.
Dengan begitu, lahan-lahan pertanian baru tidak akan tercipta. Pertanian semakin dijauhi. Kalaupun ada pencetakan sawah baru, sangat kecil.
Lemahnya komitmen pemerintah melakukan ekstensifikasi pertanian tampak dari kebijakan berbagai program subsidi sektor usaha agribisnis yang hanya fokus ke Jawa. Produktivitas tanaman padi di Papua, misalnya, hanya 2,9 ton per ha, Sulawesi Tenggara 3,7 ton, Kalimantan Tengah 2,5 ton, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat 2,8 ton, Riau 3,0 ton, serta Jambi dan Sumatera Selatan 3,3 ton.Namun, program usaha agribisnis khususnya peningkatan produktivitas tanaman pangan, seperti padi, jagung, dan kedelai, justru terfokus di Pulau Jawa. Misalnya, bantuan benih unggul, pembiayaan pertanian, permodalan, dan perbaikan infrastruktur pertanian lebih banyak di Pulau Jawa. Lalu untuk apa semua itu?
Yang terjadi kemudian, peningkatan produksi tidak banyak berarti. Bantuan subsidi pupuk dan benih yang setiap tahun diberikan senilai lebih dari Rp 10 triliun hanya mampu mendongkrak produktivitas padi di Jawa rata-rata 500 kuintal per ha.
Dengan kata lain, ratusan triliun anggaran dan subsidi sektor usaha agribisnis tidak mampu mempercepat laju pembangunan ekonomi bangsa. Padahal, bila fokus pembangunan pertanian dialihkan ke luar Pulau Jawa, dana pemerintah sebesar itu akan mampu meningkatkan produktivitas pangan dua sampai tiga kali lipat.
Menumbuhkan pusat-pusat perekonomian baru, penyebaran penduduk, serta pertumbuhan ekonomi yang benar-benar kuat karena ditopang pembangunan sektor usaha agribisnis riil.
http://bisnisukm.com
0 komentar:
Posting Komentar